Pramuka Saat Ini
Pramuka Saat Ini
Dalam perkembangannya sampai dengan saat ini Pramuka memiliki jumlah
anggota terbesar bahkan jika dilihat dari prosentase keanggotaan World
Scout Organization Movement (WOSM). Artinya di antara negara-negara
WOSM, Indonesia memiliki jumlah anggota terbesar. Mestinya kita harus
bangga dengan hal ini tapi kenyataan berkata lain.
Sejak
menjadi anggota, Indonesia sering terkena masalah iuran anggota. Jumlah
anggota yang terbesar tidak diikuti dengan kontribusi iuran yang
signifikan, malah kadang kwartir nasional meminta penurunan iuran.
Sebuah hal yang memalukan. Inilah yang tidak benar tapi lumrah dalam
keseharian. Sebuah kebanggaan menuntut prestasi dan upaya. Kita bangga
dengan jumlah yang terbesar, tapi iurannya kecil, tidak sepadan.
Sudahkah kita berpartisipasi dalam membayar iuran ?
Sudah
seharusnya Gerakan Pramuka secara ksatria mengakui bahwa anggota kami
tidak sebanyak itu kok...wong yang bayar iuran itu sedikit. Tapi oke
lah, biar itu jadi PR kwarnas, bagi kita ya introspeksi. Sudahkah kita
berpartisipasi ?
Seretnya iuran membuat pengurus Gerakan
Pramuka mencari pendanaan lain, misalnya dengan mengajukan bantuan
kepada pemerintah melalui APBN bagi kwarnas atau APBD bagi kwarda dan
kwarcab. Apa boleh ?
Jelas hal itu diperkenankan karena sumber
pembiayaan organisasi Gerakan Pramuka sudah diatur, asalkan resmi, legal
dan tidak bertentangan dengan peraturan. Hanya saja yang terjadi
kemudian adalah organisasi Gerakan Pramuka di daerah berlomba untuk
mendapatkan dana dari pemerintah melalui APBD dengan kecenderungan
semakin besar.
Kebanggan akan muncul jika alokasi bantuan pemerintah melalui APBD semakin besar, soal kinerja ?
Ini mesti yang harus dicermati, orang akan bertanya buat apa saja tho
danan dari APBD buat pramuka ? Sudah tentu kita (yang menjadi pengurus
kwartir) harus dapat memberikan pertanggungjawaban kinerja dan anggaran
yang optimal. Karena anggaran APBD diberikan kepada kwartir dan kwartir
yang mengelola untuk berbagai kegiatan.
Sudah barang tentu kita
tidak boleh mengandalkan APBD, harus dicari sumber pendapatan lain agar
kelangsungan dan kesinambungan organisasi tetap terjaga.
Hal
yang sama berlaku sampai di tingkat gugus depan, selain dari iuran
anggota maka harus dicari upaya pendapatan yang lain sehingga tidak
memberatkan anggota. Tidak mungkin sebuah organisasi menjadi maju, besar
dan berkembang tanpa kontribusi dan partisipasi aktif anggotanya.
Image atau citra Gerakan Pramuka di masyarakat menjadi masalah
berikutnya setelah anggaran / dana. Apakah ada yang tahu, mengapa minat
mahasiswa masuk pramuka berkurang ?
Hal yang sama terjadi di
SMA, SMP dan SD. Semakin sedikit adik-adik kita yang mau bergabung dalam
kegiatan pramuka. Cobalah teliti, fenomena apakah ini ? Mengapa pramuka
tidka lagi menjadi kegiatan favorit.
Beberapa alasan yang
dapat dirangkum dari pendapat masyarakat semakin menegaskan penurunan
citra Gerakan Pramuka yang memang terjadi seperti
1. Kegiatan yang membosankan
Kegiatan pramuka yang itu-itu saja (kemah, morse, semaphore, gojlokan –
penulis tidak tahu asal kata ini dan apa arti sesungguhnya. Namun telah
melekat begitu kental dalam kepramukaan, khususnya di tingkat penegak -
, jurit malam, PBB, upacara, lomba ketangkasan).
2. Resiko yang besar tidak diimbangi dengan jaminan keselamatan
Banyak orang tua yang khawatir jika anaknya berkemah, bagaimana
kegiatannya ? Keselamatannya ? Beberapa fakta, misalnya musibah yang
masih bisa dieliminasi/disegah, karena kurangnya pengetahuan, pemahaman
dan risk assessment kemudian terjadi, seperti tenggelam, terseret arus,
kecelakaan karena kelebihan muatan, tertimpa pohon, keracunan makanan.
Makin banyak dan seringnya musibah yang terjadi membuat kewaspadaan
orang tua dan keluarga makin tinggi. Meski tidka terlalu signifikan tapi
ini yang menjadi alasan orang tua untuk berfikir beberapa kali sebelum
mengijinkan anaknya berkemah atau mengikuti kegiatan pramuka. Kegiatan
pramuka yang lebih banyak di alam terbuka, yang sebelumnya menjadi
tantangan dan kebanggaan peserta didik, berubah menjadi mimpi buruk
karena jebloknya manajemen kegiatan ini. Sehingga muncul upaya preventif
orang tua dan keluarga yang berlebihan.
Bagaimana tidak jeblok
jika manajemen kegiatan ini diserahkan kepada sekelompok orang muda
yang hanya berbekal pengamalan waktu sebelumnya tanpa adanya supervisi
dari anggota dewasa/pembina yang bahkan dalam materi kursusnya tidak ada
materi semacam disaster manajement atau risk and safety.
Semakin modern dan semakin maju, pramuka mestinya memperkaya dengan
materi pendidikan, latihan maupun kursus beragam. Jika perlu undanglah
para ahli atau experts, jangan lah materi kursus dimonopoli lembaga
pelatih dan tekstual gigih mengikuti aturan-aturan kaku. Jaman makin
berkembang dan dinamis dan sudah semestinya Pramuka bersifat fleksibel
daripada kaku agar lebih survive.
3. Kegiatan yang elitis
Pernah ikut jambore ? Wah, jangan harap kalu bukan anak-anak pejabat
bisa ikut. Pendapat skeptis ini banyak ditemui pada level Penggalang
yang mana keikutsertaan pada sebuah jambore, khususnya nasional adalah
sebuah gengsi yang luar biasa. Sehingga sampai diperebutkan oleh anak
pejabat. Kalau sudah begini kegiatan pramuka menjadi elitis alias
menjadi milik golongan tertentu. Padahal pramuka khan milik semua
golongan. Proses seleksi dan rekruitmen seharusnya berdiri di atas sikap
profesional yang mendasarkan pada kapasitas dan kapabilitas. Bukannya
atas pesanan atau keinginan golongan / kelompok semata. Kadang argumen
yang muncul adalah bagaimana membiayai aktifitas yang banyak dan mahal
itu. Maka, menjadi sebuah kewajaran manakala rekruitmen berpihak pada
golongan the have alias mereka yang kaya dan mampu secara finansial
saja, kemampuan teknis bisa dipoles dengan beberapa kali latihan.
4. Didominasi oleh wajah itu-itu saja
Bagaimana dengan pembinanya ? Atau pengurus kwartirnya ? Ini jangan
ditanya lagi, pasti akan ketemu dengan orang yang itu-itu saja. Apa
kaderisasi di Gerakan Pramuka tidak berjalan. Sulit untuk menemukan
figur yang tepat menjadi pembina atau pengurus kwartir. Selain tugasnya
yang sukarela (seperti relawan) dapat dikatakan aktifitasnya hampir 24
jam sejak konsep, implementasi sampai dengan laporan evaluasi.
Sayangnya, banyak yang terlalu enjoy dan tidak membuka keran kaderisasi
sehingga hanya orang-orang tertentu yang mempunyai akses. Entah karena
prestise, kehormatan, atau tidak ada aktifitas lain.
Kita tentu
sangat menghargai jasa mereka yang telah menjadikan Gerakan Pramuka
semaju ini. Namun, sudah selayaknya pula bagi kakak-kakak kita untuk
memberikan jalan dan ruang bagi kaum muda untuk bergabung dan
berkontribusi dalam pembinaan dan pengelolaan Gerakan Pramuka. Tentunya
akan sangat indah bahwa relasi kakak-adik bukan hanya relasi
pengurus-anggota. Namun, bisa meningkat kepada relasi sesama pengurus.
Paling tidak ini akan mencerminkan dinamisasi dan kaderisasi dalam
Gerakan Pramuka. Yang muda dilibatkan pula dalam pengambilan keputusan
tidak hanya pada saat pelaksanaan saja dan porsi sebagai asisten semata.
Pramuka ke Depan
Tantangan pramuka ke depan menjadi semakin berat karena secara internal
Pramuka tidak mengalami transformasi. Memang pramuka kegiatan untuk
kaum muda tetapi dapat dilihat bahwa yang dominan adalah tua.
Penulis sangat yakin dan percaya bahwa kesinambungan dan eksistensi
Gerakan Pramuka akan terjaga manakala kaum muda diberikan tempat yang
layak untuk berkiprah, diberikan ruang untuk berkarya. Bukan sekedar
direcoki dengan cerita lalu kakak-kakaknya.
Bagaimana
organisasi menjadi dinamis kalau pengurusnya stagnan. Berikan ruang bagi
pemikiran baru untuk berkembang yang semua itu ada di tangan kaum muda.
Merekalah benih yang selama ini disemai untuk berkembang menjadi
sesuatu yang lebih baik. Semua ada di tangan kita untuk menentukan akan
menjadi seperti apa Gerakan Pramuka kelak.
SALAM PRAMUKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar