Senin, 21 Januari 2013

Jika Tali Bendera Putus ?

Jika Tali Bendera Putus ?

Jadi petugas pengibar Bendera dalam suatu upacara nampaknya memiliki suatu beban tersendiri. Tanggung jawab yang mereka miliki adalah bagaimana dapat menjalankan tugas tersebut dengan baik , lancar. Dan sempurna. Mengibarkan bendera Merah Putih di tiangnya yang tinggi dan nampak berkibar dengan bebasnya ketika ditiup angin. Begitulah harapan mereka setiap melaksanakan tugasnya sebagai Sang Pengibar Bendera.
Lalu bagaimana apabila terjadi sesuatu di luar dugaan, disaat tali tiang ditarik tiba tiba tali bagian atas putus atau roda tali bendera macet tidak mau berputar bahkan yang sering terjadi yakni tali tiang bendera keluar dari relnya/ roda. Padahal semua sudah diperiksa dan di uji coba berkali-kali. Panik ? Tidak perlu. Jalankan saja Prosedur Tetap (Protap) yang kedua.
Apabila mengalami hal semacam ini,tindakan yang dilakukan adalah :
  1. Berusaha menangkap bendera agar  tidak jatuh ke tanah.
  2. Bentangkan bendera sampai upacara selesai.
  3. Setelah upacara selesai baru kemudian dibetulkan, kibarkan bendera seperti biasanya.
Sebaiknya tidak usah panik, selain dapat mengurangi kekhimatan jalannya upacara juga menunjukkan bahwa Petugas kurang siap dan kurang pengalaman.
Tidak pernah terbayangkan tetapi harus tetap nampak sigap, segala kemungkinan bisa saja terjadi.


Hati hati dengan Pramuka Siaga.

Pramuka Siaga biasanya memiliki sikap peniru dan penurut kepada yahda/ bundanya. Seperti apa yang tertuang dalam Dwi Darmanya.
Ini merupakan pengalaman yang tak terlupakan disaat melihat suatu peristiwa. Adalah seorang Pelatih Senior di saat melatih  Seorang Pramuka Siaga untuk menjadi Pemimpin Upacara besar, peringatan Hari Pramuka. Dalam Gladi bersih semua nampak lancar, siaganya juga melaksanakan tugasnya sesuai yang diintruksikan oleh para pelatihnya.
Adalah sedikit instruksi yang nampaknya benar tapi keliru dipahami oleh seorang anak yang berusia pramuka Siaga. Kesalahan kecil yang akhirnya membuat sang pelatih menyalahkan dirinya sendiri akibat kecerobohannya, Si Pelatih tertunduk lesu dan matanyapun  berkaca-kaca, lalu sambil memeluk sang siaga si Pemimpin upacara itu, dia meminta maaf.
Bagainama awal mulanya ?
Pada latihan upacara seperti biasanya Pelatih memberikan arahan bahwa setiap laporan pemimpin upacara kepada kepada Pembina Upacara pada  awal dan akhir upacara, harus menirukan apa yang dikatakan Pembina Upacara, yakni contoh apabila Pembina Upacara mengatakan ”Lanjutkan” maka kata itu harus diucapkan/ diulang kembali oleh pemimpin Upacara dengan kata yang sama ”lanjutkan...! ” laksanakan ” maka di ulang ”laksanakan....! ”. Jadi setiap apa yang diucapkan Pembina upacara harus di ucapkan atau ditirukan lagi.
Intruksi tersebut sudah benar, dalam gladi bersihpun juga lancar. Tetapi diluar dugaan bisa saja terjadi.
Disaat Pemimpin Upacara ( anak Siaga ) laporan di akhir upacara, bahwa upacara telah selesai. Pembina Upacara mengucapkan ” Terima Kasih dan kembali ke tempat ” , lalu apa kata yang diucapkan kembali oleh Pemimpin upacara . Sebagai seorang anak siaga yang penurut  pasti melaksanakan sesuai intruksi Para Pelatihnya. Nah, si Pemimpin Upacara tentunya mengucapkan kembali yang dikatakan oleh Pembina Upacaranya. ” Terima kasih dan kembali ke tempat... ! ”.

Dari peristiwa ini banyak yang dapat kita ambil hikmahnya dan dijadikan pelajaran. Ada sisi lain yang disoroti selain yang dianggap lebih  penting :
  1. Siaga adalah awal pembentukan watak kepribadian, jiwa peniru dan penurut selalu melekat. Menteladani Perilaku Yahda atau Bundanya. Betapa tidak mudah dan cukup berat sebenarnya tanggung jawab menjadi seorang Pembina Siaga.
  2. Membimbing anak Siaga membutuhkan kesabaran yang tinggi dan penuh kasih sayang, membuka jalan pikiran seorang anak menuju usia remaja yang banyak tantangan dan godaan.
  3. Menampakan sosok di depan yang harus tetap ceria, pandai bercerita, pandai bergaul seperti motto amongnya, ” Ing  ngarsa sung Tulada ”.

Andakah yang kami cari ?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar