Jika Tali Bendera Putus ?
Jadi petugas
pengibar Bendera dalam suatu upacara nampaknya memiliki suatu beban tersendiri.
Tanggung jawab yang mereka miliki adalah bagaimana dapat menjalankan tugas
tersebut dengan baik , lancar. Dan sempurna. Mengibarkan bendera Merah Putih di
tiangnya yang tinggi dan nampak berkibar dengan bebasnya ketika ditiup angin.
Begitulah harapan mereka setiap melaksanakan tugasnya sebagai Sang Pengibar Bendera.
Lalu bagaimana
apabila terjadi sesuatu di luar dugaan, disaat tali tiang ditarik tiba tiba
tali bagian atas putus atau roda tali bendera macet tidak mau berputar bahkan yang
sering terjadi yakni tali tiang bendera keluar dari relnya/ roda. Padahal semua
sudah diperiksa dan di uji coba berkali-kali. Panik ? Tidak perlu. Jalankan
saja Prosedur Tetap (Protap) yang kedua.
Apabila mengalami
hal semacam ini,tindakan yang dilakukan adalah :
- Berusaha menangkap bendera agar tidak jatuh ke tanah.
- Bentangkan bendera sampai upacara selesai.
- Setelah upacara selesai baru kemudian dibetulkan, kibarkan bendera seperti biasanya.
Sebaiknya
tidak usah panik, selain dapat mengurangi kekhimatan jalannya upacara juga
menunjukkan bahwa Petugas kurang siap dan kurang pengalaman.
Tidak
pernah terbayangkan tetapi harus tetap nampak sigap, segala kemungkinan bisa
saja terjadi.
Hati hati dengan
Pramuka Siaga.
Pramuka Siaga
biasanya memiliki sikap peniru dan penurut kepada yahda/ bundanya. Seperti apa
yang tertuang dalam Dwi Darmanya.
Ini merupakan pengalaman
yang tak terlupakan disaat melihat suatu peristiwa. Adalah seorang Pelatih Senior di saat melatih Seorang Pramuka Siaga untuk menjadi Pemimpin
Upacara besar, peringatan Hari Pramuka. Dalam Gladi bersih semua nampak lancar,
siaganya juga melaksanakan tugasnya sesuai yang diintruksikan oleh para pelatihnya.
Adalah sedikit
instruksi yang nampaknya benar tapi keliru dipahami oleh seorang anak yang
berusia pramuka Siaga. Kesalahan kecil yang akhirnya membuat sang pelatih
menyalahkan dirinya sendiri akibat kecerobohannya, Si Pelatih tertunduk lesu
dan matanyapun berkaca-kaca, lalu sambil
memeluk sang siaga si Pemimpin upacara itu, dia meminta maaf.
Bagainama awal
mulanya ?
Pada latihan
upacara seperti biasanya Pelatih memberikan arahan bahwa setiap laporan
pemimpin upacara kepada kepada Pembina Upacara pada awal dan akhir upacara, harus menirukan apa
yang dikatakan Pembina Upacara, yakni contoh apabila Pembina Upacara mengatakan
”Lanjutkan” maka kata itu harus diucapkan/ diulang kembali oleh pemimpin
Upacara dengan kata yang sama ”lanjutkan...! ” laksanakan ” maka di ulang
”laksanakan....! ”. Jadi setiap apa yang diucapkan Pembina upacara harus di
ucapkan atau ditirukan lagi.
Intruksi tersebut
sudah benar, dalam gladi bersihpun juga lancar. Tetapi diluar dugaan bisa saja
terjadi.
Disaat Pemimpin
Upacara ( anak Siaga ) laporan di akhir upacara, bahwa upacara telah selesai.
Pembina Upacara mengucapkan ” Terima Kasih dan kembali ke tempat ” , lalu apa
kata yang diucapkan kembali oleh Pemimpin upacara . Sebagai seorang anak siaga
yang penurut pasti melaksanakan sesuai
intruksi Para Pelatihnya. Nah, si Pemimpin Upacara tentunya mengucapkan kembali
yang dikatakan oleh Pembina Upacaranya. ” Terima kasih dan kembali ke tempat...
! ”.
Dari peristiwa
ini banyak yang dapat kita ambil hikmahnya dan dijadikan pelajaran. Ada sisi
lain yang disoroti selain yang dianggap lebih
penting :
- Siaga adalah awal pembentukan watak kepribadian, jiwa peniru dan penurut selalu melekat. Menteladani Perilaku Yahda atau Bundanya. Betapa tidak mudah dan cukup berat sebenarnya tanggung jawab menjadi seorang Pembina Siaga.
- Membimbing anak Siaga membutuhkan kesabaran yang tinggi dan penuh kasih sayang, membuka jalan pikiran seorang anak menuju usia remaja yang banyak tantangan dan godaan.
- Menampakan sosok di depan yang harus tetap ceria, pandai bercerita, pandai bergaul seperti motto amongnya, ” Ing ngarsa sung Tulada ”.
Andakah yang kami
cari ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar